MENINGKATKAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENDIDIKAN
ISLAM
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Manajemen Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr. H. Fatah Syukur NC, M.A.
Disusun oleh :
Eka Yuli Indra Prtiwi
(123311046)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
MENINGKATKAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN ISLAM
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang memiliki dorongan untuk hidup
berkelompok secara bersama-sama yang didasari pada pemahaman bahwa manusia
hidup bermasyarakat. Pendidikan dalam konteks ini adalah usaha untuk membimbing
dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal agar mereka dapat
berperan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Dalam
hal pengaruh sekolah terhadap masyarakat pada dasarnya tergantung pada luas
tidaknya produk serta kualitas pendidikan itu sendiri. Semakin besar output
sekolah tersebut dengan disertai kualitas yang mantap dalam artian mampu
mencetak sumber daya manusia yang berkualitas maka tentu saja pengaruhnya
sangat positif bagi masyarakat, sebaliknya meskipun lembaga pendidikan mampu
mengeluarkan outputnya tapi dengan SDM yang rendah secara kualitas, itu juga
jadi masalah tidak saja bagi output yang bersangkutan tapi berpengaruh juga
bagi masyarakat.
Pendidikan
dan masyarakat saling keterkaitan, untuk mengembangkan pendidikan diperlukan
partisipasi dari masyarakat. Masyarakat dalam konteks ini berperan sebagai
subjek atau pelaku pendidikan, tanpa adanya kesadaran masyarakat akan
pendidikan, maka negara tidak akan berkembang, kita akan tergantung pada orang
atau negara lain yang jauh lebih berkembang dari kita, maka dari itu peranan
masyarakat terhadap pendidikan sangat berpengaruh untuk perkembangan wilayah
atau negaranya sendiri, melalui pendidikan masyarakat dapat memperoleh ilmu
yang dapat ia manfaatkan di dalam kehidupan untuk kesejahteraan bersama.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa landasan masyarakat perlu berperan dalam pendidikan
islam ?
2.
Bagaimana bentuk-bentuk peran masyarakat dalam pendidikan
?
3.
Apa hambatan dalam mengikutsertakan masyarakat dalam
pendidikn ?
4.
Bagaimana upaya meningkatkan peran masyarakat dalam
kebijakan pendidikan ?
5.
Implementasi peran masyarakat dalam pendidikan islam ?
II
PEMBAHASAN
A.
Landasan masyarakat perlu berperan dalam pendidikan islam
Diantara
dasar-dasar yang menjadi landasan peranan masyarakat dalam meningkatkan
kualitas pendidikan islam
adalah:
1.
Tanggung jawab individu masyarakat
Al-Syaibany yang dikutip oleh Zakiyah
Daradjat mengemukakan sebagai berikut: “diantara ulama muktahir yang menyentuh
persoalan tanggung jawab adalah Abbas Mahmud Al-Akkad yang menganggap rasa
tanggung jawab sebagai salah satu ciri pokok bagi manusia pada pengertian
al-Qur’an dan Islam, sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai “Makhluk yang
bertanggung Jawab.
Sekalipun Islam menekankan tanggung jawab
perseorangan dan pribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagai asas, ia
tidaklah mengabaikan tanggung jawab sosial dan menjadikan masyarakat
solidaritas, berpadu dan kerjasama membina dan mempertahankan kebaikan. Semua
anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaiki,
dan memerintahkan yang ma’ruf melarang yang mungkar dimana manusia memiliki
tanggung jawab manusi melebihi perbuatan-perbuatannya yang khas, perasaannya,
pikiran-pikirannya, keputusan-keputusannya dan maksud-maksudnya, sehingga
mencakup masyarakat tempat ia hidup dan alam sekitar yang mengelilinginya.
Islam tidak membebaskan manusia dari tanggung jawab tentang apa yang berlaku
pada masyarakatnya dan apa yang terjadi di sekelilingnya atau terjadi dari
orang lain. Allah berfirman :QS. Ali Imran, 3 : 110
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ
وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا
لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik (QS. 3. Ali Imran : 110)
Dengan demikian jelaslah bahwa tanggung
jawab dalam Islam bersifat perseorangan dan sosial sekaligus. Selanjutnya siapa
yang memiliki syarat-syarat tanggung jawab ini tidak hanya bertanggung jawab
terhadap perbuatannya orang-orang yang berada dibawah perintah, pengawasan,
tanggungannya dan perbaikan masyarakatnya. Ini berlaku saat diri pribadi,
istri, bapak, guru, golongan, lembaga-lembaga pendidikan pemerintah.[1]
2. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
Reformasi
yang dilakukan oleh pemerintah dewasa ini adalah lebih mengedepankan peran
serta masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka dengan
berlakunya Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
berubah pulalah pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam dunia
pendidikan. Pasal 54 dan 56 Undang Undang Nomor 20 Tahun
2003 menyatakan bahwa:
a. Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta
perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi pengusaha dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan.
b. Masyarakat dapat berperanserta sebagai sumber pelaksana dan
pengguna hasil pendidikan.
c. Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui
dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
d. Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan
dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan
pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai
hubungan hirarkhie.
e. Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri dibentuk dan
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan.[2]
B.
Bentuk-bentuk peran masyarakat dalam pendidikan
Masyarakat selaku pengguna jasa lembaga pendidikan memiliki
kewajiban untuk mengembangkan serta menjaga keberlangsungan penyelenggaraan
proses pendidikan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang – Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 BAB IV yang didalamnya memuat
bahwasannya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat dan keluarga.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 39
Tahun 1992 BAB III pasal 4 peran serta / partisipasi maysarakat dapat
berbentuk:
1.
Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan pada jalur
pendidikan sekolah atau jalur pendidikan luar sekolah, pada semua jenis
pendidikan kecuali pendidikan kedinasan, dan pada semua jenjang pendidikan di
jalur pendidikan sekolah;
2.
Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan untuk
melaksanakan atau membantu melaksanakan pengajaran, pembimbingan dan/atau
pelatihan peserta didik;
3.
Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu
pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar dan/atau penelitian dan pengembangan;
4.
Pengadaan
dan/atau penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan dan/atau
diselenggarakan oleh Pemerintah untuk menunjang pendidikan nasional;
5.
Pengadaan dana
dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah, sumbangan, pinjaman,
beasiswa, dan bentuk lain yang sejenis;
6.
Pengadaan dan pemberian bantuan ruangan, gedung, dan tanah
untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar
7.
Pengadaan dan pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan
pendidikan untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar;
8.
Pemberian kesempatan untuk magang dan/atau latihan kerja;
9.
Pemberian bantuan manajemen bagi penyelenggaraan satuan
pendidikan dan pengembangan pendidikan nasional
10.
Pemberian pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan
penentuan kebijaksanaan dan/atau penyelenggaraan pengembangan pendidikan
11.
Pemberian bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian
dan pengembangan
12.
Keikutsertaan dalam program pendidikan dan/atau penelitian
yang diselenggarakan oleh Pemerintah di dalam dan/atau di luar negeri.
Partisipasi
merupakan prasyarat penting bagi peningkatan mutu. Partisipasi merupakan proses
eksternalisasi individu, sebagaimana dijelaskan oleh Berger, bahwa
eksternalisasi adalah suatu pencurahan kehadiran manusia secara terus menerus
kedalam dunia, baik dalam aktifitas fisik maupun mental. Pada proses
eksternalisasi menurut Berger, adalah suatu keharusan karena manusia pada
praktiknya tidak bisa berhenti dari proses pencurahan diri kedalam dunia yang
ditempatinya. Manusia akan bergerak keluar mengekspresikan diri dalam dunia
sekelilingnya. Partisipasi sebagai proses interaksi social ditentukan oleh
objektifitas yang ditentukan oleh individu dalam dunia intersubjektif yang
dapat dibedakan oleh kondisi sosiokultural sekolah.
Bagi sekolah partisipasi masyarakat dalam pembangunan
pendidikan adalah kenyataan objektif yang dalam pemahamannya ditentukan oleh
kondisi subjektif orang tua siswa. Dengan demikian, partisipasi menuntut adanya pemahaman yang
sama atau objektivasi dari sekolah dan orang tua dalam tujuan sekolah. Artinya,
tidak cukup dipahami oleh sekolah bahwa partisipasi sebagai bagian yang penting
bagi keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu, karena tujuan mutu menjadi
sulit diperoleh jika pemahaman dalam dunia intersubjektif (siswa, orang tua,
dan guru) menunjukkan kesenjangann pengetahuan tentang mutu.[3] Tujuan partisipasi juga meberi peluang secara luas peran
masyarakat dalam bidang pendidikan ini sekaligus menunjukkan bahwa Negara bukan
satu-satunya penyelenggara pendidikan.[4]
Desentralisasi
pendidikan memerlukan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini tujuan partisipasi
sebagai upaya peningkatan mutu pada satuan pendidikan cukup variatif. Bentuk
partisipatif yaitu dalam Manajemen Berbasis Sekolah, partisipasi orang tua
dalam program mutu, komite sekolah, pembiayaan sekolah, mengatasi problem anak,
partisipasi dalam disiplin sekolah, partisipasi edukatif dalam perspektif siswa
dan partisipasi guru dalam resiliensi sekolah. Bentuk-bentuk partisipasi yang
terjadi pada satuan pendidikan dan masalah yang dihadapi oleh sekolah yang
secara umum dideskripsikan sebagai berikut: Bentuk Partisipasi Masyarakat
Bentuk
|
Aktivitas
|
Masalah
|
Partisipasi
dalam MBS
|
1.
Pihak
masyarakat bermusyawarah dengan
sekolah.
2.
Pemerintah
menyediakan sarana-prasarana sekolah.
3.
Komite
sekolah berpartisipasi aktif.
4.
Pemanfaatan
potensi yang ada
5.
Masyarakat
memiliki gotong royong
|
Berdasarkan
tangga partisipasi belum semua sekolah mampu menggerakkan partisipasi
masyarakat pada tangga yang tertinggi
|
Partisipasi
masyarakat dalam pendidikan
|
1.
Kesiapan
SDM secara profesional.
2.
Stakeholder mendukung
program sekolah.
3.
Menghadiri
pertemuan sekolah untuk mengetahui perkembangan siswa.
4.
Membantu
murid belajar
5.
Mencari
sumber-sumber lain/pendukung untuk memecahkan masalah pendidikan
|
Belum
semua masyarakat, khususnya orang tua pada sekolah menyadari bahwa untuk
terlibat secara aktif dalam pembangunan pendidikan.
|
C. Hambatan dalam
mengikutsertakan masyarakat dalam pendidikn
Deskripsi diatas memberikan gambaran yang
lebih empirik bahwa masyarakat pada dasarnya cenderung berpartisipasi dalam
pembangunan pendidikan, tetapi disisi lain tidak mudah untuk mengajak
masyarakat berpartisipasi. Hambatan yang dialami oleh sekolah untuk
mengajak partisipasi masyarakat dalam perbaikan mutu pendidikan membuktikan,
belum sepenuhnya disadari sebagai tanggung jawab bersama. Realitas tersebut
menguatkan asumsi sepenuhnya bahwa
partisipasi tidak mudah diwujudkan, karena ada hambatan yang bersumber dari
pemerintah dan masyarakat. Dari pihak pemerintah, kendala yang muncul dapat
berupa:
1. Lemahnya komitmen politik para pengambil keputusan didaerah
untuk secara sungguh-sungguh melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan
yang menyangkut pelayanan public.
2. Lemahnya dukungan SDM yang dapat diandalkan untuk
mengimplementasikan strategi peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan
public.
3. Rendahnya kemampuan
lembaga legislative dalam mengaktualisasikan kepentingan masyarakat.
4. Lemahnya dukunngan
angggaran, karena kegiatan partisipasi public sering kali hanya dilihat sebagai
proyek, maka pemerintah tidak menjalankan dana secara berkelanjutan
Sedangkan pihak masyarakat,kendala partisipasi muncul
karena beberapa hal, antara lain:
1. Budaya paternalism yang dianut oleh masyarakat menyulitkan untuk
melakukan diskusi secara terbuka.
2. Apatisme karena selama ini masyarakat jarang dilibatkan dalam
pembuatan keputusan oleh pemerintah daerah.
3. Tidak adanya trust masyarakat
kepada pemerintah.[5]
D. Upaya meningkatkan
peran masyarakat dalam kebijakan pendidikan
Pembangunan
yang dilakukan oleh Negara termasuk salah satu wujud dari implementasi
kebijaksanaan yang diformulasikan. Bentuk pembangunan tersebut tidak hanya
masalah fisik dan mental, melainkan juga sekaligus pembangunan partisipasi
masyarakat. Partisipasi masyarakat, dengan demikian termasuk bagian atau objek
dari pembangunan itu sendiri. Masyarakat juga dipandang sebaai modal dasar
pembangunan, yang jika digalakkan akan besar sumbangannya terhadap pembangunan.
Keterlibatan mereka dalam melaksanakan kebijaksanaan - kebijaksanaan Negara,
termasuk kebijaksanaan pendidikannya, adalah manifestasi dari pemanfaatan dan
pendayagunaan modal dasar pembangunan. Keikutsertaan masyarakat dalam
pelaksanaan kebijaksanaan, tidak saja sekadar dipandang sebagai loyalitas
rakyat atas pemerintahnya, melainkan yang juga tak kalah penting adalah sebagai
miliknya. Dengan adanya perasaan memiliki terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan,
masyarakat akan semakin banyak sumbangannya dalam pelaksanaan-pelaksanaan
kebijaksanaan, termasuk kebijaksanaan pendidikan[6]
Selama
ini penyelenggaraan partisipasi masyarakat di Indonesia terbatas pada
keikutsertaan anggota masyarakat dalam implementasi atau penerapan
program-program pembangunan. Hal ini dipahami sebagai upaya mobilisasi untuk
kepentingan pemerintah dan negara. Dalam implementasi partisipasi masyarakat,
seharusnya anggota masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi objek dari
kebijakan pemerintah namun harus dapat mewakili masyrakat itu sendiri dengan
kepentingan mereka. Perwujudan partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara
individu atau kelompok, spontan atau terorganisir, secara berkelanjutan atau
sesaat[7]
Pembuatan dan pelasksanaan kebijaksanaan
haruslah senantiasa berusaha agar kebijaksanaan yang digulirkan melibatkan
sebanyak mungkin partisipasi masyarakat, terutama dalam hal pelaksanaannya. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Menawarkan sanksi atas
masyarakat yang tidak mau berpartisipasi. Sanksi demikian dapat berupa hukuman,
denda, dan karugian-kerugian yang harus diderita oleh si pelanggar.
2.
Menawarkan hadiah kepada
mereka yang mau berpartisipasi. Hadiah
yang demikian berdasarkan kuantitas dan tingkatan atau derajat partisipasinya.
3.
Melakukan persuasi kepada masyarakat dalam
kebijaksanaan yang dilalaksanakan, justru akan menguntungkan masyarakat
sendiri, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
4.
Menghimbau masyarakat untun turut berpartisipasi
melalui serangkaian kegiatan.
5.
Mengaitkan partisipasi masyarakat dengan layanan
birokrasi yang lebih baik.
6.
Menggunakan tokoh-tokoh kunci masyarakat yang
mempunyai khalayak banyak untuk ikut serta dalam kebijaksanaan, agar masyarakat kebanyakan yang menjadi pengikutnya
juga sekaligus ikut serta dalam kebijaksanaan yang diimplementasika.
7.
Mengaitkan keikutsertaan masyarakat dalam
implementasi kebijaksanaan dengan kepentingan mereka. Masyarakat memang perlu
diyakini, bahwa ada banyak kepentingan mereka yang terlayani dengan baik, jika
mereka berpartisipasidalam kebijaksanaan.
8.
Menyadari masyarakat untuk ikut berpartisipasi
terhadap kebijaksanaan yang telah ditetapkan secara sah tersebut, adalah salah
satu dari wujud pelaksanaan dan perwujudan aspirasi masyarakat.[8]
E. Implementasi Peran
masyarakat dalam pendidikan islam
Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang
meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah (Pasal 56 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Dalam Pasal 56
Undang-Undang 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan tegas dinyatakan
bahwa masyarakat bukanlah hanya sebagai obyek pendidikan. Masyarakat ikut
menjadi subyek, karena ikut memiliki peran dalam perencanaan, pengawasan, dan
evaluasi program pendidikan. Sama dengan masyarakat, peserta didik di satuan
pendidikan juga bukan sebagai obyek. Apalagi dalam paradigma pembelajaran baru,
yang aktif bukan hanya guru (teacher
centered) tetapi juga peserta didik (student
centered), itu berarti peserta didik juga bukan menjadi subyek pendidikan.
Masyarakat dapat dipandang
sebagai pemilik dan pelaku sejati proses pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan. Hal ini dinyatakan dalam sistem pendidikan nasional bahwa
pendidikan meliputi tiga jalur pendidikan yang saling terkait tidak terpisahkan
yakni pendidikan formal (sistem persekolahan), pendidikan informal (pendidikan
keluarga) dan pendidikan nonformal (pendidikan masyarakat). Dengan demikian,
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan memang tidak hanya dilaksanakan oleh
pemerintah dengan seluruh jajarannya tetapi juga melibatkan pihak keluarga dan
masyarakat. Urusan pendidikan memang menjadi pemerintah sebagai pihak eksekutif
atau pihak birokrasi pendidikan, mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat
yang paling bawah, yakni satuan pendidikan. Namun urusan pendidikan harus
dilaksanakan secara bersama dengan keluarga dan masyarakat. Terkait dengan
peran masyarakat tersebut, dalam pelaksanaan urusan pendidikan tersebut,
pemerintah dan pemerintah daerah, tidak boleh tidak memang harus bekerja sama
dengan keluaurga dan masyarakat sebagai mitra, dapat diibaratkan sebagai
suami-istri yang harus bekerja sama secara sinergis. Apa itu sinergi, gabungan
antara dua kata sincronization dan energy, menjadi sinergi. Energi dari
mana yang harus sinergi, yang pertama sudah barang tentu energi dari
pemerintah/pemerintah daerah dan yang kedua adalah energi dari keluarga dan
masyarakat. Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas
dinyatakan bahwa keterlibatan masyarakat yang dimaksud adalah melalui
representasi kemitraan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
III
ANALISIS
Pendidikan dan
masyarakat saling keterkaitan, untuk mengembangkan pendidikan diperlukan
partisipasi dari masyarakat. Masyarakat dalam konteks ini berperan sebagai
subjek atau pelaku pendidikan, tanpa adanya kesadaran masyarakat akan
pendidikan, maka negara tidak akan berkembang, kita akan tergantung pada orang
atau negara lain yang jauh lebih berkembang dari kita, maka dari itu peranan
masyarakat terhadap pendidikan sangat berpengaruh untuk perkembangan wilayah
atau negaranya sendiri, melalui pendidikan masyarakat dapat memperoleh ilmu
yang dapat ia manfaatkan di dalam kehidupan untuk kesejahteraan bersama.
Pembinaan dan tanggungjawab pendidikan oleh
masyarakat, Bila dilihat dari konsep pendidikan, masyarakat
adalah sekumpulan banyak orang yang dengan berbagai ragam kualitas diri mulai
dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan tinggi. Baiknya
kualitas suatu masyarakat ditentukan oleh kualitas pendidikan para anggotanya,
makin baik pendidikan anggotanya, makin baik pula kualitas masyarakat secara
keseluruhan. Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga setelah
pendidikan dilingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Tanggung jawab
masyarakat terhadap pendidikan sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas
tanggung jawab pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah. Hal ini disebabkan
faktor waktu, hubungan, sifat dan isi pergaulan yang terjadi di masyarakat.
Meski demikian masyarakat mempunyai peran yang besar dalam pelaksanaan
pendidikan nasional. Peran masyarakat antara lain menciptakan suasana yang
dapat menunjang pelaksanaan pendidikan Nasional, ikut melaksanakan pendidikan
non pemerintah (sosial).
Walaupun tanggung jawab
masyarakat terhadap pendidikan belum jelas, akan tetapi masyarakat harus
berperan aktif dalam pendidikan, karena masyarakat merupakan lembaga pendidikan
yang ketiga setelah lingkungan keluarga dan sekolah. Oleh karena itu untuk
memperoleh kualitas yang baik terhadap pendidikan, maka kualitas masyarakat pun
harus baik, agar saling menunjang antara satu dan lainnya, jika kualitas
pendidikannya baik maka akan hasil didik yang baik secara keseluruhan.
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Dasar-dasar yang menjadi landasan peranan
masyarakat dalam meningkatkan kualitas pendidikan islam adalah:
a.
Tanggung jawab individu masyarakat
Sesuai yang terkandung dalam
Al-Qur`an dimana Islam tidak membebaskan manusia dari tanggung jawab tentang
apa yang berlaku pada masyarakatnya dan apa yang terjadi di sekelilingnya atau
terjadi dari orang lain QS. Ali Imran, 3 : 110
b.
UU Sisdiknas No.
20 Tahun 2003
Undang Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional berubah pulalah pengaturan
tentang peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan. Pasal 54 dan 56 Undang
Undang Nomor 20 Tahun 2003.
2.
Bentuk-bentuk peran masyarakat dalam pendidikan
Dalam Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003 BAB IV yang didalamnya memuat bahwasannya pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Peraturan Pemerintah
No. 39 Tahun 1992 BAB III pasal 4 tentang peran serta /
partisipasi maysarakat.
3.
Hambatan dalam mengikutsertakan masyarakat dalam
pendidikn
Hambatan yang dialami oleh sekolah untuk
mengajak partisipasi masyarakat dalam perbaikan mutu pendidikan membuktikan,
belum sepenuhnya disadari sebagai tanggung jawab bersama. Realitas
tersebut menguatkan asumsi sepenuhnya bahwa
partisipasi tidak mudah diwujudkan, karena ada hambatan yang bersumber dari
pemerintah dan masyarakat.
4.
Upaya meningkatkan peran masyarakat dalam kebijakan
pendidikan
Pembuatan dan pelasksanaan kebijaksanaan haruslah
senantiasa berusaha agar kebijaksanaan yang digulirkan melibatkan sebanyak
mungkin partisipasi masyarakat, terutama dalam hal pelaksanaannya.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini
dibuat, kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak sekali
kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga makalah
ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan
khususnya bagi para pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA
Dwiningrum,
Siti
Irene Astuti, 2011. Desentralisasi dan Partisipasi
Masyarakat Dalam Pendidikan,
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Imron. Ali
. 2002. Kebijaksanaan
Pendidikan Di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara.
Salinan lampiran Undang Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional.
Tuti T
dan Sam M. Chan .2005. Kebijakan
Pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Azumardi,
Azra (1999.Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, cet.1.
http//
Peranan Masyarakat dalam Meningkatkan Pendidikan Agama,
makalah _ OLEH RUHYANA.htm. diakses tgl 30 November
2014. Pukul 12.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar