SEJARAH BERDIRI DAN BERKEMBANGNYA
PONDOK PESANTREN
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Manajemen Pendidikan Diniyah dan Pesantren
Dosen Pengampu : Dr. H. Fatah Syukur, NC. M.Ag
Disusun oleh :
Eka Yuli Indra Prtiwi
(123311046)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
SEJARAH BERDIRI DAN BERKEMBANGNYA
PONDOK PESANTREN
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pondok
pesantren sebagai lembaga pendidikan islam mengalami perkembangan bentuk sesuai
dengan perubahan zaman. Terutama dengan adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi. Perubahan bentuk pesatren bukan berarti sebagai pondok
pesantren yang telah hilang kekhasanya. Dalam hl ini pondok pesantren tetap
merupakan lembaga pendidikan islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakay
untuk masyarakat.
Meskipun
dalam kondisi fisik yang sederhana, pesantren ternyata mampu menciptakan tata
kehidupan yang unik, terpisah, dan berbeda dari kebiasaan umum. Namun hingga
kini, informasi tentang pondok pesantren masih sangat terbatas. Minimnya data
tentang pesantren, baik berupa manuskrip atau peniggalan sejarah lain yang
mnjelaskan tentang awal sejarah kebangunan pesantren, menimbulkan banyak
keterangan-keterangan yang beragam tentang itu.
Maka
dalam makalah ini kami akan sedikit menjelaskan tentang apa pengertian pondok
pesantren, bagaimana sejarah dan perkembangan pondok pesantren, apa tujuan
pendidikan pondok pesantren, apasaja unsur-unsur elemen pondok pesantren dan
bagaiman kategorisasi pembagian pondok pesantren.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian pondok pesantren ?
2.
Bagaimana sejarah perkembangan pondok pesantren?
3.
Apa tujuan pendidikan pondok pesantren ?
4.
Apa saja unsur-unsur elemen pondok pesantren?
C.
Tujuan Makalah
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini
adalah
1.
Menjelaskan apa pengertian pondok pesantren
2.
Dapat mengetahui sejarah dan perkembangan pondok
pesantren.
3.
Menjelaskan unsur-unsur elemen pondok pesantren.
4.
Menjelaskan tujuan pondok pesantren
D.
Manfaat Makalah
Berikut akan kami jabarkan mengenai manfaat yang dapat
diambil dari penulisan makalah ini.
1.
Pembaca dapat mengetahui apa pengertian pondok pesantren
dan tujuannya
2.
Dapat menambah pengetahuan dari pemakalah kepada pembaca
3.
Pembaca dapat mengetahui sejarah dan perkembngan pondok
pesantren.
4.
Pembaca dapat mengetahui unsur-unsur elemen pondok pesantren.
II
PEMBAHASAN
- Pengertian pondok pesantren
Kata
pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe di depan dan
akhiran an berarti tempat tinggal para santri sedangkan aasaal-usul kata
“santri”, menurut A.H.Jhon berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru
ngaji. C.C.Berg juga berpendapat bahwa istilah “santri” berasal dari
kata shastri (bahasa India) yang berarti orang yang tahu buku-buku suci
agama hindu atau sarjana ahli kitab suci agama hindu. Jika diambil dari akar
kata “shastra”artinya buku-buku suci, kitab-kitab agama atau buku-buku
tantang pengetahuan. Pendapat kedua mengatakan bahwa kata santri sesungguhnya
berasal dari bahasa Jawa, dari kata “Cantrik”, berarti seseorang yang
selalu mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi menetap.
Istilah Pondok
berasal dari Bahasa Arab (فندوق ) funduuq, dari pengertian asrama-asrama para santri
yang dibuat dari bambu, atau barangkali melihat dari asal kata bahasa
arab funduk, yang berarti hotel atau asrama. Imam Zarkasyi berpendapat
bahwa pesantren berarti tempat para santri, sedangkan santri berarti pelajar
yang menuntut ilmu agama Islam.
Secara
terminology Imam Zarkasyi mengartikan pesantren “sebagai lembaga pendidikan
agama islam dengan sistem asrama atau pondok, dimana sebagai figur sentralnya,
masjid atau pondok sebagai pusat kegiatan yang dijiwainya, dan pengajaran agama
Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya”.[1]
- Sejarah perkembangan pondok pesantren
Pondok
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk sesuai
dengan perubahan Zaman. Terutama sekali adanya dampak kemajuan ilmu pengetahu
dan tekhnologi. Perubahan bentuk pesantren bukan berarti sebagai pondok
pesantren yang telah hilang kekhasannya. [2]
Abdurrahman
Mas’ud pernah menegaskan, sebagai pendidikan yang unik dan khas, awal
keberadaan pesantren di indonesia, khususnya di Jawa, tidak lepas dari
keberadaan Maulana Malik Ibrahim yang dikenal sebagai Spiritual father
Walisongo.[3]
Karena Syekh Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada 12 Rabiul Awal 822 H
bertepatan dengan 8 April 1419 M dan dikenal juga sebagai Sunan Gresik adalah
orang pertama yang dari sembilan wali yang terkenal dalam penyebaran islam.[4]
Ada beberapa pendapat tentang munculnya pesantren antara lain:
1.
Martin juga berpendapat menurutnya, pesantren muncul buka
sejak masa awal islamisasi, tetapi baru sekitar abad ke-18 dan berkembang pada
abad ke-19 M. hal ini terbukti dengan tidak ditemukannya istilah pesantren
dalam karya-karya sastra klasik Nusantara, seperti Serat Centini dan Serat
Ceblok.
2.
Zamakhasari Dhofier, dalam bukunya Tradisi Pesantren menjelaskan
bahwa berdasarkan keterangan-keterangan yang terdapat dalam Serat Ceblok dan
Serat Centini, dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada sejak permulaan
abad ke-16. Dengan bukti banyak pesantren-pesantren yang masyhur dan menjadi
pusat pendidikan islam.
3.
Mastuhu menegaska, pesantren telah ada dan mulai dikenal
sejak periode 13 M.[5]
Meskipn
begitu tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan mengembangkan pondok
pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel).
Beliau memiliki santri dan mendirikan pesantren-pesantren baru misalnya:
pesantren Giri oleh Sunan Giri, pesantren Demak oleh Raden Fatah, dan pesantren
Tuban oleh Sunan Bonang.
Namun
dari sekian banyak santri sunan Ampel, hanya Raden Fatah dan Sunan Giri yang
secara khusus memperingati usaha-usaha pendidikan dan pengajaran Islam secara
berencana dan teratur. Pada sekitar tahun 1476, Raden Fatah membentuk
organisasi pendidikan dakwah Bhayangkari Ishlah (angkatan pelopor
kebaikan) yang merupakan organisasi pendidikan dan pengajaran Islam yang
pertama di Indonesia. Setelah kerajaan Islam Demak berdiri pada tahun 1500 M,
program kerja Bhayangkari Ishlah lebih disempurnakan dengan mengadakan
tempat-tempat strategis yang memiliki sebuah masjid dibawah pimpinan seorang badal
(pembantu). Wali pemimpin suatu daerah digelari sunan sedangkan badal
diberi gelar resmi Kiai Ageng.
Kitab-kitab
yang dikenal saat itu hanyalah Usul nem Bis, yaitu sejilid Kitab tulisan
tangan berisi enam kitab dengan enam Bismillahirrahmanirrahim, karangan
ulama Samarkand. Yang berisi ilmu agama yang paling awal. Ada juga kitab lain
seperti Tafsir Jalalain karangan Syekh Jalaludin Al-Mahali dan Jalaludin
As-Suyuthi, serta suluk-suluk, misalnya : Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan
Kalijaga, Wasito Jati Sunan Geseng yang berisi ajaran-ajaran tasawuf.
Pada
tahun 1568, kerajaan Demak jatuh dan pemerintahan Islam pindah ke pajang
dibawah kekuasaan Sultan Adiwijoyo (Joko Tingkir). Dan pesantren mengalami
perubahan-perubahan dibidang kebudayaan yang disesuaikan dengan kultur Islam
seperti : Grebrg Poso, Grebeg Maulud, Ruwahan Sekaten, peralihan kalender Jawa
ke Kalender Arab (Hijriah) dll. Dengan sistem pengajaran yang mengakar kuat
dihati masyarakat muslim di Jawa membuat pesantren berkembang pesat. Namun,
pemerintah Belanda yang pada saat itu mulai menguasai Mataram merasa khawatir.
Mereka takut perkembangan dan kedudukan pesantren akan menggoyahkan kekuasaan
mereka di Nusantara.[6]
Pesantren mulai memasuki babak baru antara lain :
1.
Pesantren di Masa Kolonial
Setelah periodesasi perkembangan
pesantren yang cukup maju pada masa Wali Songo, masa-masa suramnya
mulai terlihat ketika Belanda menjajah Indonesia. Pada periode penjajahan ini,
pesantren selalu berhadapan dengan kolonialis Belanda yang sangat membatasi
ruang geraknya. Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan politik pendidikan
dalam bentuk Ordonansi Sekolah Liaratau Widle School Ordonanti.
Melalui kebijakan tersebut, pihak Belanda ingin membunuh madrasah dan sekolah
yang tidak memiliki izin. Selain itu, kebijakan formal Belanda tersebut juga
bertujuan melarang pengajaran kitab-kitab Islam yang menurut mereka berpotensi
memunculkan gerakan subversi atau perlawanan di kalangan santri dan
kaum muslim pada umumnya. Setidaknya, tercatat empat kali pihak Belanda
mengeluarkan peraturan yang bertujuan membelenggu perkembangan pesantren di
Indonesia, yaitu pada tahun 1882, 1905, 1925, dan 1932.[7] Menurut Clifford Geertz, antara tahun 1820-1880,
telah terjadi pemberontakan dari kaum santri di Indonesia, yaitu:
a.
Pemberontakan kaum Padri di Sumatra dipimpin oleh Imam
Bonjol.
b.
Pemberontakan Diponegoro di Jawa
c.
Pemberontakan Banten akibat tanam paksa yang dilakukan
Belanda.
d.
Pemberontakan di Aceh yg dipimpin antara lain oleh Teuku
Umar dan Teuku Cik Ditiro.[8]
Setelah
penjajahan Belanda berakhir, Indonesia dijajah kembali oleh Jepang. Pada masa
penjajahan Jepang ini, pesantren masih saja berhadapan dengan kebijakan Saikere
yang dikeluarkan pemerintah Jepang. Melalui kebijakan tersebut, setiap orang bumiputra
diharuskan membungkuk 90 derajat ke arah Tokyo setiap pagi jam 07.00 untuk
menghormati atau memuja Kaisar Jepang, Tenno Haika, yang diyakini sebagai
keturunan Dewa Amaterasu. Disinilah peran karismatik K.H Hasyim
Asy’ari terbukti ampuh. K.H Hasyim Asy’ari sangat menentang dan menolak ritual
yang diatur oleh pemerintah Jepang itu sehingga ia ditangkap dan dipenjara
selama 8 bulan. Di luar dugaan pihak Jepang, penangkapan dan pemenjaraan kyai
tersebut justru melahirkan aksi perlawanan di kalangan santri. Terjadilah
demonstrasi besar-besaran yang melibatkan ribuan kaum santri untuk menuntut
pembebasan K.H Hasyim Asy’ari dan menolak kebijakan Saikere. Sejak itulah pihak Jepang tidak pernah mengusik dunia
pesantren, walau kekejamannya terhadap kaum bumiputra lebih menyakitkan
dibandingkan penjajahan Belanda.
2.
Pesantren dimasa kemerdekaan (Orde Lama)
Pada
masa awal kemerdekaan, kaum santri kembali berjuang untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa wajib hukumnya
mempertahankan kemerdekaan. Fatwa tersebut disambut positif oleh umat Islam
sehingga membuat arek-arek Surabaya yang dikomandoi Bung Tomo dengan
semboyan “Allahhu Akbar! Merdeka atau Mati” tidak gentar
menghadapi penjajah dengan persenjataan lengkapnya. Diperkirakan 10.000 orang
tewas pada waktu itu, dan hasilnya, Inggris gagal menduduki Surabaya.
Pada
sisi lain, muncul pula kekuatan massal Islam dalam bentuk organisasi ekonomi
dan kemasyarakatan, seperti Serikat Dagang Islam, Persyarikatan Muhammadiyah,
dan Nahdhatul Ulama. Lantaran itu, isu-isu strategis tergalang sangat cepat di
kalangan umat Islam karena dikuatkan oleh fatwa-fatwa ulama yang mewajibkan
umat Islam berjihad melawan penjajah.Setelah perang usai dan Indonesia dinyatakan merdeka, pondok
pesantren kembali mendapatkan ujian, karena pemerintahan Soekarno yang dinilai sekuler
itu telah melakukan penyeragaman atau pemusatan pendidikan nasional.
Akibatnya pengaruh pesantren mulai menurun kembali, jumlah pesantren berkurang,
hanya pesantren besarlah yang mampu bertahan.[9] Hal ini dikarenakan pemerintah mengembangkan sekolah umum
sebanyak-banyaknya. Berbeda pada masa Belanda yang terkhusus untuk kalangan
tertentu saja, dan di samping itu jabatan-jabatan dalam administrasi modern
hanya terbuka luas bagi orang-orang yang bersekolah di sekolah tersebut.
3. Orde Baru sampai
sekarang
Pada
masa Orde Baru, bersamaan dengan dinamika politik umat Islam dan negara,
Golongan Karya (Golkar) sebagai kontestan Pemilu selalu membutuhkan dukungan
dari pesantren. Atas kebutuhan itulah pemerintah yang dikuasai Golkar menaruh
sedikit perhatian pada dunia pesantren. Dari kalangan pesantren sendiri muncul
intelektual santri yang secara sadar berusaha memperoleh pembiayaan pendidikan
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berbagai gagasan mulai
muncul dalam rangka mengajarkan keterampilan di pesantren, seperti peternakan,
pertanian, kerajinan, dagang, dan lain-lain. Suasana pun tampak kondusif hingga
terbit kebijakan SKB 3 Menteri (Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Pendidikan, dan Menteri Dalam
Negeri) tentang penyetaraan madrasah dengan sekolah umum. [10]
Peran
pesantren masih belum diakui eksistensinya secara baik oleh pemerintah.
Kalangan santri dari pesantren masih dianggap manusia kelas dua karena pendidikannya
dinilai tidak sesuai dengan standar pendidikan yang diberlakukan oleh
pemerintah. Bahkan, lulusan pesantren pada waktu itu tidak bisa diterima
menjadi pegawai pemerintah. Kondisi nyata seperti itu mengakibatkan pesantren
mengalami pasang surut perkembangannya hingga pada era pembangunan. Meskipun demikian, pesantren tetap mampu
melahirkan ulama-ulama hebat yang sangat berjasa dan menjadi orang penting di
negara Indonesia ini. orang-orang di maksud di antaranya adalah KH. Wahid
Hasyim, M. Nastir, Buya Hamka, Mukti Ali, KH. Saifuddin Zuhri, dan
lain-lainnya.
Perkembangan
pesantren terbilang cukup prospektif. Apalagi setelah terbitnya Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pendidikan
pesantren mulai diakui pemerintah. Terbitnya undang-undang tersebut telah
menghapus diskriminasi terhadap pendidikan keagamaan yang berbasis di pesantren
selama ini.
Pada masa orde baru tidak ada satupun
pendidikan pesantren yang mendapatkan status (sertifikasi), saat ini sudah dua
pesantren yang mendapatkannya (disamakan dengan pendidikan umum), yakni
pesatren Gontor (ponorogo) dan pesantren Al-Amin (Madura). Sedangkan pesantren
salafi memperoleh penyetaraan melalui SKB Dua Mentri (Menag dan Mendiknas)
No.I/V/KB/2000 dan No.MA/86/2000, tertanggal 30 maret.[11]
- Tujuan pendidikan pondok pesantren
Pondok terutama
salafi pada umumnya tidak merumuskan secara eksplisit tujuannya. Hal ini dapat
dilihat dari peran pesantren salafi yang kerap diidentifikasi melalui tiga
peran penting dalam masyarakat yaitu:
1.
Sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu
tradisional.
2.
Sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungannya islam
tradisional.
3.
Sebagai pusat reproduksi ulama. Dikenal juga sebagai
lembga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama dan memelihara tradisi
Islam.
Menurut
Masthu, tujuan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian
muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan, berakhlak
mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmad kepada masyarakat dengan
jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat taat rosul, yaitu menjadi pelayan
masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti Nabi), maupun
berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau
menegakkan islam dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat dan mencintai
ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia.[12]
M. Arifin membagi
tujuan pesantren itu menjadi dua hal, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum pesantren adalah membimbing anak didik untuk menjadi manusia
berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam
dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Sedangkan tujuan khususnya
adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang
diajarkan kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat
- Unsur-unsur elemen pondok pesantren
Ciri
khas atau unsur pokok dimaksud adalah: adanya kyai, masjid, santri, pondok, dan
pengajaran kitab Islam klasik atau kitab kuning.
1. Kyai
Istilah
kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa.[13] Menurut asal-usulnya, sebutan kyai dalam bahasa Jawa
dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda, yaitu:
a. Kyai merupakan tokoh sentral yang memberikan pengajaran.
b. Kyai merupakan elemen
paling esensial sebagai pendiri dan penentu pertumbuhan serta perkembangan
pesantrennya.
c. Kyai merupakan
julukan atau gelar yang diberikan masyarakat bahwa pada umumnya tokoh-tokoh
tersebut adalah alumni pesantren.[14]
Kyai
juga merupakan orang yang ahli di bidang agama Islam dan memiliki atau menjadi
pimpinan pesantren, serta
mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya. Adanya kyai dalam pesantren merupakan hal yang sangat mutlak, sebab
dia adalah tokoh utama/sentral yang memberikan pengajaran. Dia juga menjadi
orang yang paling dominan dalam kehidupan di pesantren. Sebagai pemimpin
pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan
kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai.
2. Masjid
Secara
harfiah masjid diartikan sebagai tempat duduk atau setiap tempat yang
dipergunakan untuk beribadah. Masjid juga berarti “tempat sholat berjamaah”
tempat sholat untuk umum (orang banyak).[15] Dalam pesantren, masjid adalah salah satu elemen penting dan
menjadi tempat strategis untuk mendidik santri dalam beberapa hal, seperti
praktek shalat lima waktu, shalat Jum’at, khutbah Jum’at, pengajaran kitab
Islam klasik, pengajian al-Qur’an, diskusi keagamaan, dan sebagainya.
Bahkan,
dalam perkembangan terakhir ini, cukup banyak pesantren yang membangun
masjidnya dengan dilengkapi ruang atau kelas-kelas secara terpisah.
Tempat-tempat tersebut sering digunakan untuk kegiatan halaqah,
pengajaran, diskusi-diskusi, dan sebagainya. Sementara di dalam masjidnya,
belakangan ini sudah sering digunakan untuk i’tikaf, dzikir,
rapat kelembagaan, bahkan di samping atau halaman masjid sudah banyak juga yang
dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi.
3. Santri
Santri
merupakan salah satu komponen penting di dalam pesantren, karena tanpa adanya
santri, maka pesantren tersebut tidak akan memiliki fungsi dan makna yang utuh.
Santri umumnya ada dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim.
Santri kalong adalah sebutan untuk santri yang tidak menetap dalam
pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah selesai mengikuti pelajaran
di pesantren. Santri kalong biasanya berasal dari daerah-daerah
sekitar pesantren, jadi tidak sulit baginya untuk pergi-pulang dalam menuntut
ilmu di pesantren. Sedangkan santri mukim merupakan santri yang
menetap di dalam pondok pesantren untuk sementara waktu, dan biasanya mereka
berasal dari daerah yang jauh dari lokasi pesantren. Pada waktu lalu,
kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan
suatu keistimewaan bagi santri karena dia harus memiliki cita-cita yang penuh,
memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan
dialaminya di pesantren.
4. Pondok
Pondok
merupakan tempat sederhana yang digunakan sebagai tempat tinggal kyai bersama
para santrinya. Besarnya pondok sangat tergantung dengan jumlah santrinya.
Pemondokan santri ini dilakukan secara terpisah, pondok untuk santri laki-laki
dibuatkan terpisah dengan pondok santri perempuan.
Pembangunan
pondok ini biasanya menggunakan dana yang bersumber dari keuangan kyai atau
bantuan masyarakat. Sangat jarang pondok-pondok ini dibangun oleh pemerintah,
kecuali bantuan itu hanya ditujukan pada pembangunan ruang belajar (kelas) atau
fasilitas belajar. Tujuan
pembangunan pondok selain tempat tinggal santri, juga bertujuan sebagai tempat
latihan bagi mereka dalam rangka pengembangan keterampilannya untuk hidup
mandiri agar mereka lebih siap hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat
dari pesantren
5. Kitab Islam klasik
atau kitab kuning
Kitab
Islam klasik yang sekarang dikenal dengan sebutan kitab kuning
merupakan hasil karangan dari ulama terdahulu, yang isinya mengenai berbagai
macam ilmu pengetahuna agama Islam dan bahasa Arab. Pada masa lalu, pengajaran
kitab-kitab Islam klasik, terutama karangan ulama yang menganut faham
Syafi’iyah merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam
lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran tersebut adalah untuk mendidik
calon-calon ulama. Para
santri yang bercita-cita menjadi ulama, mengembangkan keahliannya dalam bahasa
Arab, melalui sistem sorogan,
sebelum mereka pergi ke pesantren untuk mengikuti sistem bandongan.[16]
III
ANALISIS
Pondok
pesantren merupakan tempat atau rumah kedua bagi para pelajar yang ingin
memperdalam ilmu agama. Sampai saat ini pondok pesantren masih mempertahankan
kekhasanya dengan mengkaji kitab Islam klasik atau kitab kuning, namun ada pula
pondok pesantren yang sudah memasukkan sistem pendidikan yang modern. Dengan
memasukkan Ilmu Bahasa seperti : bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa indonesia
dan ilmu-ilmu umum lainnya.
Didalam
pondok pesantren ada elemen atau unsur-unsur yang tidak dapat ditinggalkan
yaitu: pondok, masjid, santri, kyai dan kitab Islam klasik/ kitab kuning.
Pondok pesantren juga memeiliki tujuan yaitu untuk memperdalam pengetahuan
agama islam bagi sntri-santrinya, membangun dan menegembangkan kepribadian
muslim agar selalu taat beriman dan bertakwa kepada Allah SWT disetiap kondisi
dan melaksanakan dakwah islmaniyah dalam masyarakat.
Contoh
salah satu bukti pondok pesantren modern yang telah maju dan mencetak
generasi-generasi unggul dan berkualitas adalah Gontor. Dulunya IAIN menolak
alumni dari lulusan tersebut karena alasanya ijazahnya tidak diakui oleh
pemerintah. Pesantren gontor memang mengatur sendiri kurikulum dan ijazah
lulusannya. Namun setelah adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan Nasional (sisdiknas), pendidikan pesantren mulai diakui
pemerintah dan alumninya dapat melanjutkan keperguruan tinggi.
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Imam
Zarkasyi mengartikan pesantren “sebagai lembaga pendidikan agama islam
dengan sistem asrama atau pondok, dimana sebagai figur sentralnya, masjid atau
pondok sebagai pusat kegiatan yang dijiwainya, dan pengajaran agama Islam
dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya”
Awal
keberadaan pesantren di indonesia, khususnya di Jawa, tidak lepas dari
keberadaan Maulana Malik Ibrahim yang dikenal sebagai Spiritual father
Walisongo. Ada bermacam pendapat dari beberapa tokoh tentang awal mula
munculnya pesantren diantaranya :
1.
Martin
2.
Zamakhasari
Dhofier
3.
Mastuhu
Perkembangan pesantren
mulai memasuki babak baru mulai dari masa kolonial, masa orde Lama dan masa
Orde baru sampai sekarang.
Tujuan
pesantren antara lain :
1.
Sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu
tradisional.
2.
Sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungannya islam
tradisional.
Menurut Masthu, tujuan
pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim.
Unsur-unsur
elemen pondok pesantren antara lain :
1.
Kyai
2.
Masjid
3.
Santri
4.
Pondok
5.
Kitab Islam klasik/ kitab kuning
B.
Saran
Demikianlah makalah ini
dibuat, kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak sekali
kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif demi
kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan
sedikit manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi para
pemakalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar