buterflay

buterflay

Selasa, 09 Juni 2015

SINOPSIS keris



KERIS

Snopsis
Disusun guna memenuhi  tugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu: Maftukhah,  M.SI






Disusun oleh:

Eka Yuli  Indra Pratiwi           (123311046)   



 FAKULTAS TARBIYAH
 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG  SEMARANG
2013



I.            PENDAHULUAN
Diantara berbagai senjata dipulau jawa, yang dipakai oleh beberapa orang bangsawan dan orang kecil sekalipun salah satunya kerislah yang dipandang penting karena besar khasiatnya. Oleh sebab itu berbagai pengetahuan tentang keris tentu akan menjadi kebanggaan oleh bangsa kita suku jawa dan bangsa indonesia pada umumnya. Senjata yang yang bernama keris merupakan hasil karya budaya bangsa jawa yang asli .

II.            RUMUSAN MASALAH
A.   Apa pengertian keris?
B.   Bagaimana sejarah tentang keris?
C.   Apa saja bagian-bagian dari keris?
D.   Apa saja macam-macam keris?
E.    Apa fugsi keris?
F.    Apa makna filosofi dari keris

III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian keris
Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di antaranya memiliki pamor (damascene), yaitu terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah. Jenis senjata tikam yang memiliki kemiripan dengan keris adalah badik. Senjata tikam lain asli Nusantara adalah kerambit. Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel/peperangan,sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesori (ageman) dalam berbusana, memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.(Darmosoegito, Ki.1989:16)
Keris juga merupakan senjata tradisionaal nusantara yang juga berfungsi sebagai jati diri yang dikenakan pada upacara-upacara besar tertentu.( Prasida Wibawa. 2008:69)
B.     Sejarah keris
Keris dan tosan aji serta senjata tradisional lainnya menjadi khasanah budaya Indonesia, tentunya setelah nenek moyang kita mengenal besi. Berbagai bangunan candi batu yang dibangun pada zaman sebelum abad ke-10 membuktikan bahwa bangsa Indonesia pada waktu itu telah mengenal peralatan besi yang cukup bagus, sehingga mereka dapat menciptakan karya seni pahat yang bernilai tinggi. Gambar timbul (relief) paling kuno yang memperlihatkan peralatan besi terdapat pada prasasti batu yang ditemukan di Desa Dakuwu, di daerah Grabag, Magelang, Jawa Tengah. Melihat bentuk tulisannya,  diperkirakan prasasti tersebut dibuat pada sekitar tahun 500 Masehi. Huruf yang digunakan, huruf Pallawa. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Sanskerta.
Prasasti itu menyebutkan tentang adanya sebuah mata air yang bersih dan jernih. Di atas tulisan prasasti itu ada beberapa gambar, di antaranya: trisula, kapak, sabit kudi, dan belati atau pisau yang bentuknya amat mirip dengan keris buatan Nyi Sombro, seorang empu wanita dari zaman Pajajaran.
G.B. GARDNER pada tahun 1936 pernah berteori bahwa keris adalah perkembangan bentuk dari senjata tikam zaman prasejarah, yaitu tulang ekor atau sengat ikan pari dihilangkan pangkalnya, kemudian dibalut dengan kain pada tangkainya,Sementara itu GRIFFITH WILKENS pada tahun 1937 berpendapat bahwa budaya keris baru timbul pada abad ke-14 dan 15. Katanya, bentuk keris merupakan pertumbuhan dari bentuk tombak yang banyak digunakan oleh bangsa-bangsa yang mendiami kepulauan antara Asia dan Australia. (Bambang Harsrinuksmo.2003a:23)
Dari mata lembing itulah kelak timbul jenis senjata pendek atau senjata tikam, yang kemudian dikenal dengan nama keris.  A.J. BARNET KEMPERS. Pada tahun 1954 ahli purbakala itu menduga bentuk prototipe keris merupakan perkembangan bentuk dari senjata penusuk pada zaman perunggu. Keris yang hulunya berbentuk patung kecil yang menggambarkan manusia dan menyatu dengan bilahnya,
Ada sebgian ahli bangsa Barat yang tidak yakin bahwa keris sudah dibuat di Indonesia sebelum abad ke-14 atau 15. Mereka mendasarkan teorinya pada kenyataan bahwa tidak ada gambar yang jelas pada relief candi-candi yang dibangun sebelum abad ke-10. SIR THOMAS STAMFORD RAFFLES dalam bukunya History of Java (1817) mengatakan, tidak kurang dari 30 jenis senjata yang dimiliki dan digunakan prajurit Jawa waktu itu, termasuk juga senjata api. Tetapi dari aneka ragam senjata itu, keris menempati kedudukan yang istimewa.
Disebutkan dalam bukunya itu, prajurit Jawa pada umumnya menyandang tiga buah keris sekaligus. Keris yang dikenakan di pinggang sebelah kiri, berasal dari pemberian mertua waktu pernikahan (dalam budaya Jawa disebut kancing gelung). Keris yang dikenakan di pinggang kanan, berasal dari pemberian orang tuanya sendiri. Selain itu berbagai tata cara dan etika dalam dunia perkerisan juga termuat dalam buku Raffles itu. Sayangnya dalam buku yang terkenal itu, penguasa Inggris itu tidak menyebut-nyebut tentang sejarah dan asal usul budaya keris.
Sementara itu istilah ‘keris’ sudah dijumpai pada beberapa prasasti kuno. Lempengan perunggu bertulis yang ditemukan di Karangtengah, berangka tahun 748 Saka, atau 842 Masehi, menyebut-nyebut beberapa jenis sesaji untuk menetapkan Poh sebagai daerah bebas pajak, sesaji itu antara lain berupa ‘kres’, wangkiul, tewek punukan, wesi penghatap. Kres yang dimaksudkan pada kedua prasasti itu adalah keris. Sedangkan wangkiul adalah sejenis tombak, tewek punukan adalah senjata bermata dua, semacam dwisula.
Pada lukisan gambar timbul (relief) Candi Borobudur, Jawa Tengah, di sudut bawah bagian tenggara, tergambar beberapa orang prajurit membawa senjata tajam yang serupa dengan keris yang kita kenal sekarang. Di Candi Prambanan, Jawa Tengah, juga tergambar pada reliefnya, raksasa membawa senjata tikam yang serupa benar dengan keris. Di Candi Sewu, dekat Candi Prambanan, juga ada. Arca raksasa penjaga, menyelipkan sebilah senjata tajam, mirip keris.
Sementara itu edisi pertama dan kedua yang disusun oleh Prof. P.A VAN DER LITH menyebutkan, sewaktu stupa induk Candi Borobudur, yang dibangun tahun 875 Masehi, itu dibongkar, ditemukan sebilah keris tua. Keris itu menyatu antara bilah dan hulunya. Tetapi bentuk keris itu tidak serupa dengan bentuk keris yang tergambar pada relief candi. Keris temuan ini kini tersimpan di Museum Ethnografi, Leiden, Belanda. Keterangan mengenai keris temuan itu ditulis oleh Dr. H.H. JUYNBOHL dalam Katalog Kerajaan (Belanda) jilid V, Tahun 1909. Di katalog itu dikatakan, keris itu tergolong ‘keris Majapahit‘, hulunya berbentuk patung orang, bilahnya sangat tua.(Bambang Harsrinuksmo.2003b:24)
Salah satu sisi bilah telah rusak. Keris, yang diberi nomor seri 1834, itu adalah pemberian G.J. HEYLIGERS, sekretaris kantor Residen Kedu, pada bulan Oktober 1845. Yang menjadi residennya pada waktu itu adalah Hartman. Ukuran panjang bilah keris temuan itu 28.3 cm, panjang hulunya 20,2 cm, dan lebarnya 4,8 cm. Bentuknya lurus, tidak memakai luk. Mengenai keris ini, banyak yang menyangsikan apakah sejak awalnya memang telah diletakkan di tengah lubang stupa induk Candi Borobudur. Barnet Kempres sendiri menduga keris itu diletakkan oleh seseorang pada masa-masa kemudian, jauh hari setelah Candi Borobudur selesai dibangun. Jadi bukan pada waktu pembangunannya.
Ada pula yang menduga, budaya keris sudah berkembang sejak menjelang tahun 1.000 Masehi. Pendapat ini didasarkan atas laporan seeorang musafir Cina pada tahun 922 Masehi. Jadi laporan itu dibuat kira-kira zaman Kahuripan berkembang di tepian Kali Brantas, Jawa Timur. Menurut laporan itu, ada seseorang Maharaja Jawa menghadiahkan kepada Kaisar Tiongkok "a short swords with hilts of rhinoceros horn or gold (pedang pendek dengan hulu terbuat dari dari cula badak atau emas). Bisa jadi pedang pendek yang dimaksuddalam laporan itu adalah protoptipe keris seperti yang tergambar pada relief Candi Borobudur dan Prambanan.
Sebilah keris yang ditandai dengan angka tahun pada bilahnya, dimiliki oleh seorang Belanda bernama Knaud di Batavia (pada zaman Belanda dulu). Pada bilah keris itu selain terdapat gamabar timbul wayang, juga berangka tahun Saka 1264, atau 1324 Masehi. Jadi kira-kira sezaman dengan saat pembangunan Candi Penataran di dekat kota Blitar, Jawa Timur. Pada candi ini memang terdapat patung raksasa Kala yang menyandang keris pendek lurus.Gambar yang jelas mengenai keris dijumpai pada sebuah patung siwa yang berasal dari zaman Kerajaan Singasari, pada abad ke-14. Digambarkan dengan Dewa Siwa sedang memegang keris panjang di tangan kanannya. Jelasini bukan tiruan patung Dewa Siwa dari India, karena di India tak pernah ditemui adanya patung Siwa memegang keris. Patung itu kini tersimpan di Museum Leiden, Belanda.
Pada zaman-zaman berikutnya, makin banyak candi yang dibangun di Jawa Timur, yang memiliki gambaran keris pada dinding reliefnya. Misalnya pada Candi Jago atau Candi Jajagu, yang dibangun tahun 1268 Masehi. Di candi itu terdapat relief yang menggambarkan Pandawa (tokoh wayang) sedang bermain dadu. Punakawan yang terlukis di belakangnya digambarkan sedang membawa keris. Begitu pula pada candi yang terdapat di Tegalwangi, Pare, dekat Kediri, dan Candi Panataran. Pada kedua candi itu tergambar relief tokoh-tokoh yang memegang keris. Cerita mengenai keris yang lebih jelas dapat dibaca dari laporan seorang musafir Cina bernama Ma Huan. Dalam laporannya Yingyai Sheng-lan di tahun 1416 Masehi ia menuliskan pengalamannya sewaktu mengunjungi Kerajaan Majapahit.
Ketika itu ia datang bersama rombongan Laksamana Cheng-ho atas perintah Kaisar Yen Tsung dari dinasti Ming. Di Majapahit, Ma Huan menyaksikan bahwa hampir semua lelaki di negeri itu memakai pulak, sejak masih kanak-kanak, bahkan sejak berumur tiga tahun. Yang disebut pula oleh Ma Huan adalah semacam belati lurus atau berkelok-kelok. Jelas yang dimaksud adalah keris. Kata Ma Huan dalam laoparan itu: These daggers have very thin stripes and within flowers and made of very best steel; the handle is of gold, rhinoceros, or ivory, cut into the shapeof human or devil faces and finished carefully.
Laporan ini membuktikan bahwa pada zaman itu telah dikenal teknik pembuatan senjata tikam dengan hiasan pamor dengan gambaran garis-garis amat tipis serta bunga-bunga keputihan. Senjata ini dibuat dengan baja berkualitas prima. Pegangannya, atau hulunya, terbuat dari emas, cula badak, atau gading  tentunya yang dimaksudkan Ma Huan dalam laporannya adalah keris yang kita kenal sekarang ini. Gambar timbul mengenai cara pembuatan keris, dapat disaksikan di Candi Sukuh, di lereng Gunung Lawu, di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada candra sengkala memet di candi itu, terbaca angka tahun 1316 Saka atau 1439 Masehi. (Bambang Harsrinuksmo.2003c: 25).


C.    Bagian-bagian keris.
Seorang ahli tosan aji telah mempelajari keris dengan berdasarkan tiga bagian utama:
a)      Wilahan
Wilahan merupakan bagian utama keris yang terdiri dari nagian-bagian tertentu disebut dhapur.terdapat puluhan macam bentuk dapur, antara lain: jangkung, mayang, jaka lola, pinarak, jamang murub, bugkul, kebo tedhan, pudhak sitegal, dll.(Singgih S. pandanaran. 2012a:124)
b)      Pegang keris
Pegang keris jawa memiliki sepuluh titik bagian tersebut dapat ditunjuk sebagai berikut: mendhak, selut, patra, wetengan, ukiran, bathuk, bun-bunan, sirah wingking, gigir dan bungkul.
c)      Warangka
Warangka merupakan bagian kelengkapan keris yang mempunyai fungsi dalam kehidupan sosial masyarakat jawa. Karena bagian ini dapat dilihat secara langsung oleh umum. Terdapat dua macam warangka, yakni: a) warangka ladrang yang terdiri dari angkup, latar, jaggut, gandek, gondhomg, gandar, ri serat cangkring. b) warangka gayaman yan bagian-bagiannya hampir sama dengan warangka ladrang, namun tidak memiliki angkup, godhong dan gandhek. (Singgih S.Pandanaran.2012b: 125)
D.    Macam-macam keris
Bermacam-macam keris,  bermacam-macam pula khasiatnya bagi yang mempunyai atau memakainya.
Menurut kepercayaan orang ada sebagian keris yang memberikan keberanian, ada yang mendatangkan kekayaan atau rezeki, ada yang dapat memberikan ketentraman ada yang dapat menimbulkan amarah,ada yang mendapatkan pangkat tinggi atau dikasihi oleh pembesar, ada yang menyebabkan dijauhi oleh pencuri,ada yang berpengaruh baik tentang pertanian, perdagangan dan lain sebagainya. ( ki Drs. Sutardja. 2009: 53)  

Keris Lurus.
contoh keris lurus: hangun-hangun, hanggrek A, hurap-hurap jingga dll 
https://sites.google.com/site/thomchrists/_/rsrc/1355297405353/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/keris%20lurus%201.jpg?height=200&width=150
Keris Luk 1.
contoh : Hurubing dilah, Sengkol,
https://sites.google.com/site/thomchrists/_/rsrc/1355297405353/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/keris%20lurus%202.jpg?height=200&width=150
Keris Luk 3.
Contoh: Naga larmonga, Carang, Motif caluring dll
https://sites.google.com/site/thomchrists/_/rsrc/1355297405353/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/keris%20luk%203.jpg?height=200&width=150https://sites.google.com/site/thomchrists/_/rsrc/1356401709514/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/Keris%20Jangkung%20Luk%203.jpg?height=131&width=200
Keris Luk 5.
Contoh: Motif hurap-hurap, motifnaga b, Motif hanoman b dll
https://sites.google.com/site/thomchrists/_/rsrc/1355297405346/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/Keris%20Pulanggeni%20luk%205.jpg?height=200&width=150https://sites.google.com/site/thomchrists/_/rsrc/1356453523919/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/Keris%20Luk%205.jpg?height=132&width=200
Keris Luk 7.
Contoh: motif Hantup, Motif Nagekeras dll
https://sites.google.com/site/thomchrists/_/rsrc/1355297405353/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/keris%20luk%207.jpg?height=200&width=150
Keris Luk 9.
Contoh: Motif hupas b, Motif henggrek dll
https://sites.google.com/site/thomchrists/_/rsrc/1355297405353/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/keris%20luk%209.jpg?height=200&width=150
Keris Luk 11.
Contoh: Motif Hudan jingga , motif hangkrok b, dll
https://sites.google.com/site/thomchrists/_/rsrc/1355297405346/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/Keris%20Nagasasra%20luk%2011.jpg?height=200&width=149
Keris Luk 13.
Contoh: motif halap-halap, motif nagakumala dll.
https://sites.google.com/site/thomchrists/_/rsrc/1355297405353/Keris-Jawa-Spiritual-Kebatinan/keris-lurus-dan-keris-luk/keris%20luk%2013.jpg?height=200&width=150
Keris Luk 15
Contoh: motif raga wilah, motif rajam dll



Keris Luk 17
Contoh: motif hamperbuto, motif careta  kalentanb



Keris Luk 19
Contoh: motif trimuda, motif karacan dll



Keris Luk 21
http://1.bp.blogspot.com/-tc4ADo7pYDw/T8NIWa_Jj5I/AAAAAAAAB9E/PqtH1cN2zjM/s1600/DSC06227.JPGContoh : motif kala tinagtang, motif trisira dll


Keris Luk 25
Contoh: motif bimokrodo c



Keris Luk 27
Contoh: motif handagawirun.




Keris Luk 27
Contoh : motif kala wenduk luk 29



(Ki Hudoyo Doyodipuro, 2004, hlm: 77-180)

E.     Fungsi keris
Dalam perkembangannya keris mengalami pengembangan fungsi dalam konteks sistem budaya barumasyarakat Islamnya. Peran sosial dalam konteks sistem budaya pada akhirnya lebih dominan dibandingkan dengan fungsi teknisnya sebagai senjata tikam.(Basuki Teguh Yuwono,2008:4)
a.       Fungsi Teknofak Keris
1.      Keris sebagai senjata.
Bentuk keris pada relief candi penataran berbeda dengan bentuk keris yang biasa kita jumpai, hal ini dikarenakan penyesuaian dengan perkembangan zaman. Namun corak dan gayanya menandakan sebagai senjata tikam.
2.      Keris sebagai benda berharga/wasiat.
b.      Fungsi Sosiofak Keris
1.      Keris sebagai Perekat Hubungan Sosial.
2.      Keris sebagai Penanda Strata Sosial.
Keris mewakili kedudukan dan status personal dalam masyarakat Islam. Keris merupakan salah satu sarana menentukan strata sosial dalam masyaraka hal ini dapat dilihat dari pemakaian/kepemilikan keris tertentu misalnya dapur Kebo Lajer untuk petani, dapur Pasopatiuntuk prajurit, dapur sangkelat untuk bangsawan/raja
3.      Keris sebagai Penanda Kekuasaan (politik).
Keris memiliki peran dalam percaturan politik kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sumber-sumber sejarah banyak menceritakan peranan keris dalam politis kerajaan di tanah Jawa. Misalnya PB 2 sesudah perjanjian gianti th 1756, memberikan keris kyai kopek pada mangkubumi untuk mengakui kedaulatan kasultanan yogyakarta, salah satu syarat Mangkunegoro menjadi raja dimangkunagaran tidak memperbolehkan membuat senjata atau memiliki empu keris.
4.      Keris sebagai Identitas Budaya.
5.      Keris sebagai Medium Komunikasi
Keris mampu membawa muatan pesan yang dapat ditangkap isinya dalam sistem budaya masyarakat Islam Jawa. Mengenakan keris dengan gaya tertentu dapat dilihat aktivitasnya, misalnya mengenkan keris dengan di semungkep berarti untuk melayat, mengenakan dengan cara nyote berarti akan berperang
6.      Keris sebagai Karya Seni.
7.      Keris sebagai Benda Koleksi
8.      Keris sebagai Komoditas Ekonomi
c.       Fungsi Ideofak Keris
1.      Keris dan Spiritualitas-Religiusitas
2.      Esoteri Keris
Keris menjadi medium ekspresi kesenian Keris di ciptakan atas dasar kaidah-kaidah keindahan di mana sang empu berekspresi lewat dapur dan pamornya.
3.      Motivasi Psikologis dalam Keris
Keris memiliki kekuatan motivasi yang mempengaruhi perilaku. Keris merupakan sebuahaturan/ norma/angger-angger yang tervisual, sehingga keris mampu mempengaruhiprilaku pemiliknya.


F.     Makna filosofi dari keris
Keris dalam masyarakat Jawa, sekarang digunakan untuk pelengkap busana Jawa, keris sendiri memiliki banyak filosofi yang masih erat dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat Jawa. Makna filosofis yang terkandung dalam sebuah keris sebenarnya bisa dilihat mulai dari proses pembuatan hingga menjadi sebuah pusaka bagi pemiliknya. Seiring berjalannya waktu dan modernisasi, kita sadari bahwa perlu dilakukan pelestarian terhadap warisan leluhur ini agar tidak terkikis akan perkembangan jaman,  keris atau dalam bahasa jawa disebut tosan aji, merupakan penggalan dari kata tosan yang berarti besi dan aji berarti dihormati, jadi keris merupakan perwujudan yang berupa besi dan diyakini bahwa kandungannya mempunyai makna yang harus dihormati, bukan berarti harus disembah-sembah tetapi selayaknya dihormati karena merupakan warisan budaya nenek moyang kita yang bernilai tinggi
Keris Sebagai Piyandel, Sebuah Tuntunan Hidup
Piyandel adalah sebuah keyakinan dan kepercayaan yang termanifestasikan dalam wujud berbagai benda-benda pusaka yang mengemuka secara fenomenal, penuh daya pikat dan sarat lambang yang harus didalami dan dimengerti dengan baik, benar dan mendalam. Kepercayaan bukan berisi tentang sesuatu yang pantas disembah dan dipuja, tetapi sebuah wahana yang berwujud (wadag) yang berisi doa, harapan dan tuntunan hidup (filosofi hidup) manusia jawa yang termaktub dalam “sangkan parang dumadi – sangkan paraning pambudi – manunggaling kawula Gusti”. Piwulang-piweling ini terformulasi dalam sebuah benda buatan yang disebut keris atau tombak.
Sama halnya dengan melihat wayang. Keleluasaan pemahaman dan pengertian mengenainya tergantung luasnya cakrawala dan pengalaman hidup orang tersebut terhadap hidup dan kehidupan.Jadi tergantung kepada “kadhewasaning Jiwa Jawi” – kedewasaan orang dalam berfikir dan bersikap secara arif dan bijaksana. Semakin orang itu kaya pengalaman rohani – semakin kaya pula ia mampu menjabarkan apa yang tertera di dalam sebilah keris.
Pada mulanya, di saat manusia jawa ada pada peradaban berburu, keris adalah alat berburu (baca: mencari hidup). Kemudian ketika manusia mulai menetap dan bersosialisasi dengan sesamanya, keris menjadi alat untuk berperang (baca :mempertahankan hidup). Lebih lanjut lagi setelah tidak lagi diperlukan perang dan manusia mulai berbudaya, keris pun menjadi senjata kehidupan (baca: tuntunan hidup). Yaitu senjata untuk mengasah diri menjadi orang yang lebih beradab dan berperiperadaban hingga mencapai penyatuan diri dengan Penciptanya. Hal ini sangat nyata ditunjukkan dalam lambang-lambang yang mengemukan pada ricikan-ricikan keris.(koesni. 1979:108)
Ilmu keris adalah ilmu lambang. Mengerti dan memahami bahasa lambang mengandalkan peradaban rasa (sense) – bukan melulu kemampuan intelektual. Jadi adalah keliru jika memahami keris secara dangkal sebagai sebuah benda yang berkekuatan magis untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Keris menjadi pusaka karena makna lambang-lambang dalam keris dianggap mampu menuntun pembuat dan pemiliknya untuk hidup secara benar, baik dan seimbang. Dan bagi orang jawa, hidup ini penuh pralambang yang masih samar-samar dan perlu dicari dan diketemukan melalui berbagai laku, tirakat maupun dalam berbagai aktivitas sehari-hari manusia jawa, misalkan dalam bentuk makanan (tumpeng, jenang, jajan pasar,dsb), baju beskap, surjan, bentuk bangunan (joglo, limas an, dsb) termasuk juga keris. Di dalam benda-benda sehari-hari tersebut tersembunyi sebuah misteri berupa pesan dan piwulang serta wewler yang diperlukan manusia untuk mengarungi hidup hingga kembali bersatu dengan Sang Pencipta.
Dalam tradisi budaya Jawa ada sebuah pemahaman “Bapa (wong tuwa) tapa, anak nampa, putu nemu, buyut katut, canggah kesrambah, mareng kegandeng, uthek-uthek gantung siwur misuwur”.Jika orang tua berlaku tirakat maka hasilnya tidak hanya dirasakan olehnya sendiri dan anak-anaknya melainkan hingga semua keturunannya.Demikian juga sebaliknya.Oleh karena itu manusia Jawa diajak untuk selalu hidup prihatin, hidup “eling lan waspada”, hidup penuh laku dan berharap. Siratan-siratan laku, tirakat, doa, harapan, cita-cita restu sekaligus tuntunan itu diwujudkan oleh para leluhur Jawa dalam wujud sebuah senjata. Senjata bukan dilihat sebagai melulu wadag senjata (tosan aji) melainkan dengan pemahaman supaya manusia sadar bahwa senjata hidup dan kehidupan adalah sebuah kearifan untuk selalu mengasah diri dalam olah hidup batin
Oleh karena itu orang Jawa menamakan keris dengan sebutan Piyandel – sipat kandel, karena memanifestasikan doa, harapan, cita-cita dan tuntunan lewat dapur, ricikan, pamor, besi, dan baja yang dibuat oleh para empu dalam laku tapa, prihatin, puasa dan selalu memuji kebesaran Tuhan. “Niat ingsun nyebar ganda arum.Tyas manis kang mantesi, ruming wicara kang mranani, sinembuh laku utama”. Tekadku menyebarkan keharuman nama berlandaskan hati yang pantas (positive thinking), berbicara dengan baik, enak didengar, dan pantas dipercaya, sembari menjalankan laku keutamaan.
Meski demikian keris tetaplah benda mati. Manusia Jawa pun tidak terjebak dalam pemahaman yang keliru tentang pusaka. Peringatan para leluhur tentang hal ini berbunyi :“Janjine dudu jimat kemat, ananging agunging Gusti kang pinuji”.Janji bukan jimat melainkan keagungan Tuhan-lah yang mesti diluhurkan.“Nora kepengin misuwur karana peparinge leluhur, ananging tumindak luhur karana piwulange leluhur”.Tidak ingin terkenal lantaran warisan nenek moyang, melainkan bertindak luhur karena melaksanakan nasihat nenek moyang. Oleh karena itu keris bukan jimat, tetapi lebih sebagai piyandel sebagai sarana berbuat kebajikan dan memuji keagungan Ilahi. (Ronggajati Sugiyanto, 2010)

DAFTAR PUSTAKA
Darmosoegito, Ki. Bab Dhuwung. Surabaya: Djojobojo. 1989.
Doyodipuro, Ki Hudoyo.  Keris Daya Magic Manfaat Tuah Misteri. Semarang: Dahara
Prize. 1985.
Harsinuksmo, Bambang. Ensiklopedi Keris. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama. 2003.
Koesni. Pakem Pengetahuan Tentang Keris. Semarang: CV Aneka. 1979.
Pandanaran, Singgih S. Misteri Bumi Jawa. Yogyakarta: INAzNa Books. 2012.
Sugiyanto, Ronggajati. Keris, Fungsi dan Filosofinya. Jakarta: PT pustaka keris
indonesia.  2010.
            Sutardja. Ki Drs. Kitab Klasik Tentang Keris. Yogyakarta: Panji Pustaka. 2009.
Wibawa, Prasida. Pesona Tosan Aji. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama.  2008.
Yuwono, Basuki Teguh. Sembilan Fungsi dan Peran Keris dalam Masyarakat. Journal
item 4. 4 Januari 2008. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar